Jobless dan Analisa Masalah Perusahaan

Sudah berapa minggu nih dikarantina? Bosen? Sama. Sudah mulai di titik jenuh juga nih. Senin sampai jumat masih berangkat kerja, tapi yang biasanya rekrut, sekarang terpaksa harus lockdown. Ujung-ujungnya jobless. Sudah lebih dari satu bulan ini, tim rekrut beralih fokus untuk merapikan arsip file di gudang. Sebenarnya seminggu off rekrut aja, kelar buat beresin arsip. Nah sekarang ini kami jadi mengulur-ulur penyelesaian tugas supaya tetap terlihat kerja. 

Tim rekrut sudah bikin project baru juga sih, kayak web khusus rekrutmen, konseling online, dan layanan resign secara online juga. Kami terbiasa antusias saat mengerjakan sesuatu. Jadilah project tersebut kelar dalam waktu yang singkat. Sedihnya, pada masa seperti ini, project itu juga belum bisa jalan maksimal. Masih bersyukur sih, ada pemasukan dan masih punya pekerjaan. Tapi ya ada perasaan nggak enak juga, karena merasa makan gaji buta banget, huft.


Ini mau nulis juga udah buntu banget deh. Tapi daripada spam di twitter, mending nulis aja di blog. Semoga ini nggak jadi toxic sih. Cuma pengen share aja sih kondisi tim rekrut selama pandemi ini, hehe. Sebenernya banyak banget sih yang bisa dikerjain untuk perusahaanku saat pandemi kayak gini. Kalau berdasarkan analisaku selama kerja di sini, ini nih hal-hal yang masih perlu perbaikan :
  1. Tidak ada reward and punishment yang jelas. Kerja keras dengan yang kerja rebahan, gaji sama.
  2. Belum ada standar kompetensi sesuai jabatan. Standar kompetensi masih all in. Jadi, sekelas Manager, Supervisor, Leader, Staff dites dengan standar yang sama (hmm, mau sih ngeproject-in ini, tapi yakin kaga ada yang bersedia bantu nih pasti, soalnya susah dan detail banget. Apalagi mindset karyawan sini males berkembang karena toh kaga ada reward).
  3. Man power planning masih amburadul. Dampaknya, permintaan kandidat belum sesuai kebutuhan, pembagian tugas tidak imbang.
  4. Penilaian masih like and dislike. Kandidat yang dekat dengan bos, pasti lah naiknya juga cepet, termasuk kandidat pelamar yang dibawa oleh orang dalam (internal) dan ada tandatangan bos teratas, so pasti lolos meskipun psikotesku kaga rekomendasiin.
  5. Standar promosi belum ada. Kembali ke poin 4, siapa deket bos, dia akan naik. Ya nggak semua sih, tapi adaaaa.
  6. STO tidak pakem (sering berubah-ubah). Ini berkaitan sama poin 3 dan 7 nanti ya. Jadi intinya, di sini bisa tiap hari, STO itu berubah. Misal, di STO harusnya 1 divisi ada 1 kepala dan 3 anak buah. tetiba dia nambah permintaan orang tambahan. Jadilah 4 anak buah. STO mengikuti kondisi. Harusnya MPP jelas, STO saklek. Pekerjaan ini, cukup dikerjakan oleh orang sebanyak ini, huft.
  7. Banyak jabatan-jabatan yang jobless (perusahaan terlalu gemuk). Akibat dari poin 3 dan 6 ya saking kebanyakan masukin kandidat titipan yang nggak kompeten dan MPP yang ngawur.
  8. Koordinasi kurang. Tim HRD sering dapat info lebih lambat daripada bidang lain.
  9. Aturan sering dilanggar. Kasus paling parah menurut aku yaitu merekrut kembali karyawan yang pernah di PHK (What the **** banget nggak sih). Kayak nggak ada karyawan kompeten lain aja.
  10. HRD useless. Karena kebanyakan TKA (Tenaga Kerja Asing), otoritas ada di mereka semua. Dan kebijakan mereka suka out of the box (berasa kerja di kerajaan). Hasilnya, HRD sudah minim informasi, masukan kita juga kaga kepake.
Duh, jadi panjang juga ya... Padahal tadinya buntu nulis, wkwkwk. Untuk perusahaannya apa, rahasia ya. Bisa kena pasal pencemaran nama baik nanti, hehe... Dan buat yang nanya kenapa masih bertahan? Next aku tulis di blog lagi alasanku bertahan kerja di sini. Thanks...

Comments

Popular posts from this blog

Im getting married

Kontroversi Doktor Psikologi : The Differences of Psychology Licence

Tim Rebahan Wajib Baca